Lupakan sejenak Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009 karena luang lingkup Indonesia bukan hanya pemilu dan atribut kampanye 2009. Permasalahan damai Indonesia terbentang dari sabang sampai merauke. Gejolak Politik dan ekonomi saling sundul untuk menjadi yang terdepan. Semangat kampanye para caleg, pemimpin partai dan calon Presiden Indonesia biasanya hanya berhenti saat mereka merasakan kursi empuk dan dekorasi terhormat fasilitas negara. Kepedulian mereka mungkin akan sengaja dibatasi ketika para ajudan mulai mengelilingi pondasi jabatan. Senyum tak lagi ramah, tangan tak lagi ingin kotor dan hati tak ingin kembali berempati seperti saat2 kampanye pemilu yang mereka lakukan.
Kampanye Indonesia 2009 lebih bernilai dibanding slogan partai yang berujung tumpul saat rakyat pendukungnya mulai kehabisan beras dan minyak goreng. Damai untuk Indonesia adalah jeritan hati ibu tua yang pisang gorenganya habis dijarah suporter bola. Untuk Indonesia 2009 adalah sapaan manis guru bantu yang tak pernah mendapat kejelasan tentang nasibnya. Kampanye damai pemilu indonesia 2009 kiranya dapat merangkum semua jeritan dan harapan bangsa Indonesia karena setiap hembusan nafas para pejuang nasib adalah beban yang harus dirasakan oleh pemerintah dan negara. Generasi Indonesia tak pernah lelah untuk bangkit, Generasi Indonesia tak pernah lamban untuk berfikir kritis. Kepala yang beriktkan sang saka dan dada yang berhiaskan garuda menunjukkan sikap hati yang haus akan perubahan dan bukan slogan.
Silahkan ber kampanye untuk Indonesia menurut kemampuan kita masing-masing. Sebuah Apresiasi untukmu Negeri menjadi arah gerak langkah tujuan bersama. Ibu pertiwi takkan pernah melangkah bersama para penjunjungnya. Beliau akan tetap bersama kita dan merasakan tiap tetes air mata disaat kita berdoa. Indonesia terlalu luas untuk tunduk kepada segelintir orang yang hanya memikirkan perutnya. Bumi pertiwi terlalu kaya untuk seorang yang menghambakan hidupnya demi sebuah ambisi. Kampanye Indonesia 2009 masih terlalu luas dan dalam jika hanya berakhir disini.
No comments:
Post a Comment